
Jobhuners pasti tau jawaban dari pertanyaan ini: siapa astronot yang pertama kali menjejakkan kaki di bulan? Yap, Neil Armstrong! Mungkin, waktu kecil kita mengidolakannya dan bercita-cita menjadi astronot. Agar bisa menjelajahi planet di luar bumi yang belum pernah dikunjungi oleh manusia sebelumnya. Tapi, pada kenyataannya, menjadi astronot bukan pekerjaan yang mudah, lho. Malah, berisiko tinggi, karena nggak ada yang bisa menjamin bahwa perjalanan ke luar angkasa 100% aman atau tidak. Semuanya bisa kita saksikan dalam Film First Man.
Nah, selain menyaksikan kehidupan Neil Armstrong di First Man (2018). Kita juga bisa menemukan tiga hal mengenai astronot di film ini, lho! Simak lebih lanjut, yuk!
Sebelum riset saintifik, astronot diluncurkan demi kepentingan politik.
Film yang terinspirasi dari buku First Man: The Life of Neil Armstrong karangan James R. Hansen ini berfokus pada kehidupan Neil Armstrong (Ryan Gosling) setelah ia bergabung dengan NASA sebagai test pilot di tahun 1961. Pada saat yang sama, Perang Dingin sedang berlangsung antara Amerika dengan Uni Soviet. Perang dingin tersebut di bidang sains dan teknologi, termasuk balapan luar angkasa atau Space Race.
Latar belakang politik itu dapat kita temukan di beberapa adegan First Man. Waktu Armstrong memulai pelatihan Project Gemini, Deke Slayton (Kyle Chandler), ketua penerbangan, menjelaskan pentingnya project tersebut di papan tulis. AS sedang berada di belakang Uni Soviet yang sudah meluncurkan satelit Sputnik 1 dan 2, pesawat luar angkasa Vostok, dan Yuri Gagarin sebagai manusia pertama yang mengelilingi orbit bumi.
Uni Soviet yang membalap AS pun digambarkan dengan adegan makan malam Armstrong bersama teman-teman astronotnya. Mereka adalah Elliot See (Patrick Fugit) dan Ed White (Jason Clarke) bersama istri mereka masing-masing. Pada saat TV menyiarkan Rusia yang melakukan EVA (extravehicular activity), atau berjalan di luar angkasa, terlebih dahulu daripada AS. Tak hanya dari sisi NASA, namun publik pun bertanya-tanya apakah uang yang dihabiskan untuk misi ke luar angkasa demi memenangkan Space Race sepadan, Padahal ada isu kemanusiaan lain yang lebih penting.
Selain jauh dari bumi, astronot juga jauh dari keluarga.
Di sinilah letak astronot sebagai pekerjaan yang penuh risiko, baik menyangkut nyawa sendiri maupun keluarganya yang hanya mampu mendoakan keselamatannya. Salah satu contohnya adalah Janet (Claire Foy), istri Armstrong yang turut senang waktu ia diterima ke Project Gemini. Tetapi, tak dipungkiri ia harap-harap cemas menanti kabar Armstrong yang memimpin Gemini 8 di tahun 1965 dengan malfungsi sistem, sehingga menyebabkan Armstrong hampir pingsan. Saat siaran radio diberhentikan oleh NASA, Janet mengancam mereka untuk menyalakan kembali siarannya karena itulah satu-satunya cara untuk mengetahui apakah suaminya selamat atau tidak.
Armstrong paham betul bahaya hidup dan mati dalam menjadi astronot. Kematian teman-teman astronotnya seperti Elliot See dan Charles Bassett yang terbunuh dalam kecelakaan T-38 di tahun 1965, serta Ed White dan kru karena kebakaran Apollo 1 di tahun 1967 menjadi contoh bahwa hal itu dapat terjadi kepada Armstrong. Ia pun menjauhi dirinya dari istri dan kedua anak lelakinya saat misi Apollo 11 di tahun 1969 kian mendekat, karena tidak bisa menghadapi fakta bahwa ia mungkin tak akan kembali. Namun, Janet bersikeras Armstrong harus memberitahukan anak-anaknya mengenai risiko ke luar angkasa agar mereka tidak ditinggalkan begitu saja oleh ayahnya, tanpa peringatan apapun.
Tetapi, Armstrong sendiri telah ditinggalkan oleh Karen, anak perempuannya yang berusia dua tahun lantaran kanker tumor otak. Pergi ke luar angkasa merupakan caranya berkabung untuk Karen; ia berharap luasnya luar angkasa bisa menutupi dukanya yang mendalam, sehingga ia mendaftarkan diri ke Project Gemini. Meskipun begitu, kehilangannya seakan-akan tetap menghantuinya sepanjang film: mulai dari membayangkan Karen waktu latihan berputar-putar di Multi-Axis Trainer, melihat Karen bermain saat menghadiri pemakaman See dan Bassett, sampai mendarat di bulan dan melempar gelang milik Karen ke dalam kawah — akhirnya merelakan kepergian Karen sebagai kenyataan pahit.
Seperti Neil Armstrong, seorang astronot harus yakin dan terkendali.
Dari adegan pembuka First Man, kita bisa tahu bahwa Armstrong adalah pribadi yang tenang dan tahu apa yang harus dilakukan. Meskipun terdistraksi oleh Karen yang sedang menjalani kemoterapi. Ia melakukan test flight X-15, pesawat luar angkasa bertenaga roket menuju lapisan stratosfer terluar bumi. Namun, kendali tak berfungsi di tengah jalan, sehingga X-15 memantul dari atmosfer. Meskipun begitu, ia tetap tenang terkendali dan menemukan cara untuk melaju kembali ke bumi.
Sama halnya saat ia memimpin Gemini 8 yang berputar sangat cepat karena malfungsi sistem; empat puluh detik Armstrong diperkirakan untuk pingsan, ia berhasil mengaktivasi pendorong RCS (reaction control system) dan membatalkan misi. Pada misi ke bulan, pun, Armstrong sebagai pemimpin Apollo 11 mengambil alih kendali pesawat Eagle karena medan pendaratan bulan terlalu kasar, sehingga tak dapat dideteksi oleh mesin. Ia kemudian sukses mendaratkan Eagle dengan sisa bahan bakar 2%, kurang dari 30 detik sebelum habis.
Dari First Man, kita bisa belajar kalau kita memiliki tekad dan yakin dengan apa yang harus dilakukan, maka kita bisa mencapai hal yang tidak mungkin menjadi mungkin. Seperti kata Neil Armstrong waktu menjejakkan kaki di bulan: “That’s one small step for a man, one giant leap for mankind.”