
Ada nggak ya orang di dunia ini yang nggak suka makan makanan enak atau nggak suka dapat uang? Rasanya tidak mungkin ada yang tidak suka ya Jobhuners. Kalau begitu harusnya profesi sebagai food vlogger pasti sangat menyenangkan ya? “Hanya” dengan merekam diri kita yang sedang makan sambil mengulas makanan tersebut. Kemudian mengunggahnya di platform digital seperti YouTube dan Instagram, kita bisa langsung dapat pemasukan. Eh, tapi apa benar profesi food vlogger sesimpel itu?
Food Vlogger harus punya ciri khas
Di tengah semakin banyaknya food vlogger-food vlogger baru. Jika seseorang ingin bisa bertahan lama di profesi ini, mereka harus punya ciri khas. Ciri khas ini dapat berupa jenis makanan yang diulas, misal dari tempat makan yang fancy atau kaki lima, makanan yang lagi viral atau hidden gems, masakan Indonesia atau luar negeri, atau spesialis makanan pedas, mukbang, atau ASMR. Sebenarnya, tidak masalah jika seorang food vlogger ingin mengulas jenis makanan sevariatif mungkin. Termasuk misal membuat juga konten lain terkait makanan seperti memasak, tetapi penting untuk diingat bahwa semakin spesifik penonton yang disasar, kemungkinan memiliki penonton setia akan semakin besar.
Selain itu, sama seperti vlogger lainnya. Penting untuk memberikan sentuhan personal misalnya dengan memperlihatkan behind the scenes kepada penonton untuk meningkatkan engagement.
Harus membuat perencanaan yang matang
Seorang food vlogger juga nggak bisa sembarangan mengulas makanan. Ia harus membuat perencanaan yang matang. Seperti apakah tempat makan yang ingin ia ulas memperbolehkan makanannya untuk diulas atau tidak, berapa budget yang dimiliki, sampai ke jenis dan jumlah makanan yang akan diulas karena bagaimanapun seorang food vlogger tetap harus mengontrol jumlah makanan yang dikonsumsi demi kesehatan.
Harus selalu berusaha mengulas makanan secara jujur
Penting bagi food vlogger untuk selalu berusaha me-review makanan sejujur mungkin. Memang sulit untuk tidak subjektif karena selera tiap orang kan berbeda-beda. Tetapi setidaknya mereka bisa menjelaskan dari hal-hal yang lebih umum seperti aroma, tekstur, atau bahan-bahan yang digunakan. Selain bisa memperkaya ulasan dan meminimalisasi penggunaan kata-kata yang kurang menjelaskan makanan. Seperti “seenak itu” atau “nggak paham lagi”, dengan menjelaskan seperti itu, penonton juga tidak akan merasa “dibohongi”. Jika selera makanan mereka berbeda dengan selera si food vlogger.
Harus memperhatikan unsur estetika
Hal yang cukup tricky dalam food vlogging adalah bisa jadi suatu makanan memiliki cita rasa yang lezat, tetapi tidak appetizing karena pengambilan gambar kurang menarik. Padahal, vlog makanan biasanya disukai penonton karena ia bisa ikutan ngiler melihat makanan yang bahkan tidak ia lihat secara langsung. Namun ini bukan berarti harus langsung menggunakan kamera mahal untuk bisa mengambil gambar makanan yang bagus. Untuk pemula bisa mulai menggunakan gadget yang dimiliki terlebih dahulu sambil belajar teknik-teknik videografi dan mengumpulkan budget untuk membeli kamera yang lebih canggih lagi.
Harus konsisten
Kalau keharusan yang satu ini, nampaknya ada di semua bidang pekerjaan ya Jobhuners, tidak hanya di pekerjaan yang sangat memperhatikan algoritma-algoritma platform seperti vlogger saja. Konsistensi ini bisa dimulai dengan menentukan jumlah video yang akan diunggah dalam satu minggu sekaligus waktu penayangannya, lalu selalu berusaha untuk menepatinya. Namun yang harus diingat, food vlogger harus membuat target yang realistis agar tidak mudah terkena burnout.
Nah, melihat banyaknya “keharusan” yang perlu dilakukan seorang food vlogger untuk bisa sukses dan dapat pemasukan dari food vlogging, tergambar jika ternyata profesi ini tidak semudah kelihatannya ya Jobhuners. Namun, jika memang mencicip dan mengulas makanan adalah hal yang kamu cintai dalam hidup, maka mungkin tetap berkewajiban untuk melakukan hal-hal tersebut tidak akan terasa terlalu berat yah. Karena setidaknya, kita tahu bahwa kita tengah memperjuangkan hal yang kita cintai.